A. Latar Belakang
Ada banyak fenomena peserta didik di sekolah yang terbawa oleh perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kemudian dari perkembangan itu pula muncul dampak positif dan negative. Dampak positifnya peserta didik jadi lebih mudah berkomunikasi, bersosialisasi tanpa perlu tatap muka, semakin mudah memperoleh informasi, dsb. Namun, ada pula dampak negative yang relative lebih dominan terjadi di lingkungan peserta didik. Diantaranya muncul kemerosotan moral, tujuan pembelajaran yang tidak tercapai sepenuhnya, tindakan criminal, dan sebagainya. Oleh karena itu, setiap peserta didik di sekolah memerlukan sebuah bimbingan. Disinilah layanan bimbingan konseling memiliki peranan penting dalam mengatasi masalah ini. Akan tetapi, bimbingan dan konseling tidak bisa dipandang sebagai layanan hanya untuk peserta didik yang bermasalah saja, Bimbingan dan Konseling juga berperan dalam memberikan pengarahan peserta didik dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan konseling, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajemen juga menjadi alasan dibutuhkannya layanan bimbingan dan konseling
B. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Dengan memasukkan semua unsur di atas dapat dikatakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu atau kelompok agar mereka dapat mandiri melalui berbagai bahan, interaksi, nasihat, gagasan, alat, dan asuhan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.
Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Atau dengan kata lain, konseling adalah proses interaksi antara konselor dan koseli/klien dengan tujuan agar konseli dapat mengambil tanggung jawabnya atas permasalahan yang sedang dihadapi dengan cara mengubah sikap dan tingkah laku konselor
C. Kondisi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Paradigma terkait bimbingan dan konseling di sekolah antara lain : (1) Sekolah yang sadar betul akan pentingnya eksistensi bimbingan konseling, kemudian menata sistem penyelenggaraan BK menjadi salah satu elemen penting sekolah. (2) Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik, tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah. (3) Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya menangani orang yang bermasalah dan ironisnya guru BK bukan berasal dari lulusan BK. (4) Sekolah yang belum memiliki manajemen BK bisa jadi dikarenakan kurangnya informasi, tidak memerlukan, atau kurangnya finansial.
D. Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
(1) motif dan motivasi,
yaitu berupa dengan dorongan yang menggerakkan seseorang dalam berperilaku. Terdapat dua jenis motif, diantaranya motif primer dan motif sekunder. Motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir. Sedangkan motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Kemudian kedua motif ini digerakkan oleh individu baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik) yang membentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan. Abin Syamsudin Makmun mengartikan motif sebagai suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dalam diri individu untuk bergerak (to move) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari;
(2) Konflik dan frustasi;
individu yang berada dalam keadaan konflik psikis, yaitu berada di suatu pertentangan batin, suatu kebimbangan, suatu keragu-raguan untuk memutuskan motif mana yang akan diambil. Oleh karena itu konflik yang dialami oleh individu menurut Syamsu Yusuf (2009: 165) dibedakan menjadi tiga jenis yaitu; (1) konflik mendekat-mendekat; (2) Konflik menjauh-menjauh; (3) Konflik mendekat-menjauh
Menurut Syamsu Yusuf (2009: 166) frustasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan. Reaksi individu terhadap frustasi yang dialaminya berbeda-beda. Perbedaan reaksi tersebut dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukannya. Ada yang menghadapi dengan rasional, tetapi ada juga yang reaksinya terlalu emosional.
(3) Sikap
Thurstone (Yusuf, 2009: 169) berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik bersifat positif maupunnegatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan.
(4) Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot).
(5) Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
(6) Masalah Penyesuaian Diri Dan Kesehatan Mental
Untuk dapat memenuhi kebutuhan, individu harus dapat menyesuaikan antar kebutuhan yang ada dalam lingkungannya, proses ini disebut sebagai proses penyesuaian diri. Jika individu berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, hal itu disebut”well adjusted” atau penyesuaian dengan baik. Dan sebaliknya jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri tersebut disebut “maladjusted” atau salah suai.
(7) Masalah Belajar
Pendidikan merupakan sarana perkembangan individu melalui belajar. Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun pengajar. Oleh karena itu, ada beberapa factor sehingga keberhasilan belajar tercapai:
a) factor internal, Ada beberapa faktor yang harus dipenuhinya agar belajarnya berhasil. Syarat-syarat itu meliputi fisik dan psikis.Yang termasuk faktor fisik, diantaranya: nutrisi, kesehatan dan keberfungsian fisik.
b) factor eksternal, Faktor ini meliputi aspek-aspek sosial dan nasional. Yang dimaksud faktor sosial adalah faktor manusia, baik yang hadir secara langsung maupun kehadirannya secara tidak langsung, seperti: berupa foto, TV, dan tape recorder. Sedangkan yang termasuk faktor nasional adalah keadaan, suhu udara, waktu suasana lingkungan, keadaan tempat, gedung, dan kelengkapan alat-alat belajar.
Jadi, perlu adanya bimbingan belajar yang bersifat preventif dan kuratif. Bimbingan belajar yang bersifat preventif bisa berupa Sikap dan kebiasaan belajar yang positif, Cara membaca buku yang efektif, atau Cara belajar kelompok. Adapun bimbingan belajar yang bersifat kuratif adalah layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki masalah atau kesulitan belajar
(8) Kecerdasan Majemuk
Gardner mengemukakan bahwa semua manusia memiliki delapan dasar inteligensi, yaitu inteligensi linguistik, inteligensi logika matematika, inteligensi visual ruang, inteligensi kinestetika tubuh, inteligensi musikal, inteligensi interpersonal, inteligensi intra personal, dan inteligensi natural. Kedelapan inteligensi ini disebut multiple intelligensi (inteligensi majemuk).
(9) Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional ini semakin perlu dipahami, dimiliki dan diperhatikan dalam pengembangannya, mengingat kondisi kehidupan dewasa ini semakin kompleks karena keberhasilan hidup seseorang tidak hanya bergantung pada kecerdasan intelektual saja, hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman. Untuk membantu para siswa atau mahasiswa mengembangkan kecerdasan emosional, maka pemberian layanan bimbingan dan konseling mempunyai peranan penting. Pelayanan bimbingan ini dilaksanakan secara teamwork, antara konselor, guru bidang studi, dan kepala sekolah atau antar dosen pembimbing akademik, wali mahasiswa, organisasi mahasiswa, dan pimpinan jurusan (program studi).
(10) Kecerdasan Spiritual
Spiritual Quotion (SQ) sebagai proses tersier psikologis berfungsi untuk (1) mengintegrasikan dan mentransformasikan bahan-bahan yang berasal daridari proses primer (EQ) dan proses sekunder (IQ), (2) memfasilitasi suatu dialog diantara pikiran dengan perasaan, atau antara jiwa dan raga, dan (3) menempatkan self sebagai pusat keaktifan (kegiatan), penyatuan, dan pemberian makna. Meskipun banyak orang dapat mengekspresikan SQ melalui agama, tetapi keberagaman seseorang tidak menjamin tingginya SQ.
(11) Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta suatu produk baru, atau kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi ciri-ciri kognitif (aptitude), seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), elaborasi (elaboration), dan pemaknaan kembali (redefinition) dalam pemikiran, maupun ciri-ciri non-kognitif (non-aptitude), seperti motivasi, sikap, rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru.
(12) Stres Dan Pengelolaannya
Stres meruapakan fenomena psikofisik yang bisa dialami oleh setiap orang, dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi. Stress dapat juga mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Akan tetapi, stress juga bisa menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi, dan memicu berjangkitnya sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi, atau stroke.
Teori dasar tentang stress dapat di simpulkan ke dalam tiga variable pokok, yaitu : (1) Variabel Stimulus, yang mengkonsepsikan stress sebagai tekanan dari luar terhadap individu yang dapat menyebabkan sakit; (2) Variabel Respon, yang mengembangkan konsep konsep yang lebih spesifik tentang reaksi manusia terhadap stressor, yang dia namakan GAS (General Adaption Syndrome), dan; (3) Variabel Interaktif, meliputi dua teori yaitu sebagai berikut: Teori Interaksional dan Teori Transaksional
E. Landasan Sosiologis (Sosial-Budaya) Bimbingan dan Konseling
Kehidupan yang terlalu berorientasi kepada kemajuan dalam bidang material (pemenuh kebutuhan biologis) telah menelantarkan supra empiris manusia, sehingga sangat kondusif bagi berkembanganya masalah-masalah pribadi dan sosial yang terekspresikan dalam suasana psikologis yang kurang nyamna, seperti; perasaan cemas, stress, dan perasaan terasing, serta terjadinya penyimpangan moral atau sistem nilai.
Sekolah tidak dapat melepaskan diri dari situasi kehidupan masyarakat, sekolah bertanggung jawab untuk mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu memecahkan berbagi masalah yang dihadapinya. dalam menyiapkan siswa untuk terjun ke masyarakan dengan berhasil, Siswa hendaknya dibantu agar apa yang mereka terima di sekolah merupakan bakal untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Disinilah peranan bimbingan dan konseling sebagai pemberi layanan bagi siswa
Faktor faktor Sosial Budaya yang Menimbulkan Kebutuhan akan Bimbingan:
1. Perubahan Konstelasi Keluarga
2. Perkembangan Pendidikan
3. Dunia Kerja
4. Perkembangan Kota Metropolitan
5. Perkembangan Komunikasi
6. Seksisme dan Rasisme
7. Kesehatan Mental
8. Perkembangan Teknologi
9. Kondisi Moral dan Keagamaan
10. Kondisi sosial Ekonomi
F. Landasan Pedagogis Bimbingan dan Konseling
Sunaryo Kartdinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya pedagogis yang menjadi fasilitas perkembangan individu dimulai dari kondisi apa adanya hingga kondisi di mana individu tahu apa yang harus dilakukannya sesuai potensi yang dimilikinya, upaya ini disebut upaya normatif.
Myrick (Kartadinata, 2011 : 24) menyatakan bahwa bimbingan terjun ke dalam kurikulum supaya potensi individu berkembang secara maksimal yang dilakukan oleh tenaga profesional seperti konselor atau melibatkan guru dan personil lainnya.
Tohirin (2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan: (1) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, (2) Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, , yakni belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan menerapkan secara efektif berbagai pemahaman. dan (3) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
G. Landasan Agama Bimbingan dan Konseling
Landasan ini berkaitan dengan pengintegrasian nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, konselor perlu memiliki pemahaman tentang hakikat manusia dari segi agama serta peran agama dalam kehidupan manusia
1. Hakikat Manusia Menurut Agama
Manusia adalah mahluk yang berfitrah, bisa memberikan nilai-nilai kebenaran dari agama serta dapat menjadikan agama sebagai rujukan untuk menentukan kebenaran. Fitrah beragama ini bergantung kepada lingkungan setiap, apabila kondusif, maka anak itu akan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia. Dalam menyampaikan ajaran-ajaran agamanya, manusia berarti telah mewujudkan jati dirinya dan dapat dikatakan sebagai khalifah di muka bumi
2. Peranan Agama
Agama berperan sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia ke arah yang lebih baik, termasuk dari segi pembinaan dan pengembangan rohani yang sehat. Agama pula berperan untuk memelihara fitrah manusia, memelihara jiwa, memelihara akal, dan memelihara keturunan manusia.
3. Persyaratan Konselor
Prayitno dan Erman Amti mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut.:
· Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
· Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalh klien.
· Konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama klien.
H. Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling
1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Tohrin (2007: 101) menyatakan bahwa kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan atas dasar keilmuan baik menyangkut teori, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya. Pengetahuan Bimbingan konseling tersusun rapi dan sistematis. Dengan demikian, praktik bimbingan dan konseling yang terjadi di masyarakat harus dilaksanakan atas dasar keilmuan
2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
ilmu bimbingan dan konseling ialah disiplin ilmu yang merujuk pada ilmu-ilmu lain, seperti psikologi, filsafat, sosiologi, dan sebagainya. Tak hanya itu, pelaksanaannya juga merujuk pada ilmu-ilmu lainnya. Sebagai contoh, dukungan perangkat teknologi berfungsi sebagai alat untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling. Jadi, bimbingan dan konseling pada tataran teori dan praktik bersifat dinamis, yaitu berkembang melalui perkembangan IPTEK.
3. Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Teori bimbingan dan konseling bisa saja dikembangkan dari penelitian guna menemukan pembuktian tentang keefektifan di lapangan. Hal ini bisa memajukan layanan bimbingan dan konseling jika dilakukan penelitian secara kontinu terhadap aspek tentang bimbingan dan konseling.
I. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling
1. Sejarah Lahirnya Bimbingan Konseling
Berawal dari vocational bureau tahun 1908 yang menekankan bahwa sesungguhnya setiap orang butuh pertolongan untuk mengenal dan menghadapi kelemahan yang ada pada dirinya agar dapat menggunakan intelejensinya dalam membuat sebuah keputusan, tempat kerja mana yang baik untuk mereka. Pada waktu yang hampir bersamaa, Jasse B. Davis, konselor di Detroit, memberi layanan konseling di SMA dan pada tahun 1907 membuat program bimbingan ke dalam pengalaman pendidikan siswa di Detroit.
Jika dilihat dari perkembangannya, Bimbingan Konseling mula-mulanya hanya dikenal sebatas pada bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance), sebagaimana peran dari Biro yang didirikan Frank Parson di Boston. Namun sebenarnya tidak hanya itu, di sisi lain perkembangan Bimbingan Konseling pun merambah kebidang pendidikan (Education Guidance) yang dirintis oleh Jasse B. Davis. dan sekarang dikenal pula adanya bimbingan dalam segi kepribadian (Personal Guidance).
2. Faktor-faktor yang melatar belakangi berkembangnya Bimbingan Konseling
Bimbingan dan konseling secara profesional berkembang pada abad ke-20. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ini diantaranya:
· rasa empati pemerintah terhadap imigran dari Eropa ke Amerika Serikat yang membutuhkan pekerjaan yang layak dengan cara memberikan penyuluhan untuk mengarahkan bakat dan minat mereka
· Pandangan Kristen yang beranggapan bahwa dunia adalah tempat pertempuran antara kekuatan baik dan buruk, maka berbagai lembaga pendidikan di wajibkan mengajarkan moral kebaikan agar anak didiknya kelak menjadi pemenang dalam melawan keburukan tersebut.
· Pengaruh dari disiplin ilmu kesehatan mental yang pada awalnya memperjuangkan perlakuan manusiawi kepada orang-orang yang terkena gangguan jiwa dan sedang di tampung di rumah sakit.
· Subsidi dari pemerintah terhadap federal yang memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan untuk mengangkat beberapa konselor untuk menangani bimbingan karier, pendidikan karier, penanggulangan kenakalan remaja, antisipasi terhadap penggunaan obat bius, dan lain-lain
J. Perkembangan Bimbingan Konseling Di Indonesia
1. Sejarah Lahirnya Bimbingan Konseling di Indonesia
Sebenarnya sudah sejak lama Indonesia melaksanakan praktik bimbingan dan konseling. Berawal dari organisasi pemuda Budi Utomo pada tahun 1908, Taman siswa pada tahun 1922 dengan prinsip didaktik : kemerdekaan belajar, bekerja, dan menggunakan pendekatan konvergensi. Hal ini memberi perhatian terhadap potensi seseorang dan kemerdekaan untuk mengembangkan potensi. Kemudian perkembangan bimbingan dan konseling ini juga berlangsung saat diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dalam perkembangannya, bimbingan dan konseling di Indonesia memiliki alur yang sama seperti halnya perkembangannya di Amerika, yaitu bermula dari bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance) lalu merambah kepada bimbingan pendidikan (Education Guidance).
2. Perkembangan Bimbingan Konseling dalam system Pendidikan di Indonesia
Pada sistem pendidikan di Indonesia, bimbingan dan konseling mengalami perubahan nama. Seperti pada Kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian menjadi Bimbingan dan Konseling pada kurikulum 1994 sampai sekarang. Kemudian pada konferensi FKIP pada tahun 1960 di Malang, Bimbingan dan Konseling masuk dalam kurikulum FKIP sesuai dengan instruksi dari Depdikbud bahwa bimbingan dan konseling wajib melaksanakan BK di sekolah.
pada tahun 1962, didirikan SMA gaya baru dengan mengarahkan siswa untuk menentukan kejuruan yang sesuai minat dan bakat siswa. selanjutnya pada dekate 70-an, dibangun Proyek Perintis Sekolah Pembangunan yang memberikan harapan baru pada pelaksanaan bimbingan di sekolah karena karena staf bimbingan memegang peranan penting dalam sistem sekolah pembangunan. Pada tahun 1975 berdiri ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di sekolah.Usaha memantapkan bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penataan bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Selanjutnya, pada tahun 2001 terjadi perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).