Resume : Masalah-Masalah
Siswa di Sekolah Serta Pendekatan-Pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling
Latar Belakang
Dalam
kehidupannya, manusia menghadapi masalah yang silih berganti, ada yang dapat
mengatasinya sendiri, dan ada pula yang tidak bisa mengatasi tanpa bantuan
orang-orang sekitarnya. Dalam dunia pendidikan, siswa tak jarang menghadapi
masalah sehingga mereka menunjukkan perilaku yang menyimpang dimulai dari
kategori ringan ke berat. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling berperan
dalam masalah seperti ini. Guru lebih mengetahui informasi tentang siswa
sehingga kerja sama guru dan siswa sangatlah penting agar program bimbingan dan
konseling tersusun secara komprehensif dan terarah.
2. 1
Masalah-masalah Siswa di Sekolah
Tohirin (2007:
111) mengungkapkan bahwa siswa di sekolah
akan mengalami masalah-masalah yang berkenaan dengan: (1) Perkembangan individu, (2) Perbedaan individu, (3)
Kebutuhan
individu dalam hal: memperoleh kasih sayang, harga diri, penghargaan yang sama,
ingin dikenal, prestasi dan posisi, untuk dibutuhkan orang lain, merasa bagian
dari kelompok, rasa aman dan perlindungan diri, dan untuk memperoleh
kemerdekaan diri,
(4) Penyesuaian
diri dan kelainan tingkah laku, (5) Masalah
belajar. M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklasifikasikan masalah individu
termasuk siswa sebagai berikut:
1) Masalah atau
kasus yang berhubungan problematika individu dengan Tuhannya. Dampaknya adalah malas
beribadah dan tidak bisa menjauhi perbuatan yang dilarang-Nya.
2) Masalah individu
dengan dirinya sendiri, ialah yaitu gagal membangun sikap disiplin pada diri
sendiri dan kurang rasa kebertuhanannya. Dampaknya adalah muncul sikap was-was,
ragu-ragu, berprasangka buruk (su’udzon),
krisis motivasi, dan dalam banyak hal tidak mampu bersikap mandiri.
3) Individu dengan
lingkungan keluarga, contohnya sulit menjalun hubungan yang harmonis dalam
keluarga. Akibatnya, anak merasa
tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladan dari kedua orang tua.
4) Individu dengan
lingkungan kerja, contohnya gagal dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan
karakteristik dan kemampuannya, kurang mampu berkomunikasi dengan rekan kerja
dan atasannya dengan baik, dan kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
5)
Individu
dengan lingkungan sosialnya, misalnya ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri
(adaptasi) baik dengan lingkungan tetangga, sekolah, dan masyarakat atau
kegagalan bergaul dengan lingkungan yang beraneka ragam watak, sifat, dan
perilaku.
Beberapa contoh
masalah-masalah di sekolah yang dikemukakan dalam Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (halaman 58).
1. Prestasi
belajar rendah, seperti : nilai rapor menurun banyak merahnya; nilai tugas,
ulangan dan ujian rendah; mendapat peringkat di bawah rata-rata untuk berbagai
atau beberapa mata pelajaran dan di kelas. Hal ini bisa disebabkan oleh : tingkat
kecerdasan rendah; malas; kekurangan sarana belajar; tidak bisa membagi waktu
untuk belajar; proses belajar-mengajar di sekolah kurang merangsang; suasana
sosio-emosional sekolah kurang memungkinkan siswa untuk belajar dengan baik. Akibatnya,
siswa menjadi : tidak naik kelas; dikeluarkan dari sekolah; frustasi; tidak
mampu melanjutkan pelajaran; kesulitan mencari kerja.
2. Kurang
berminat pada bidang studi tertentu, seperti : tidak dapat memusatkan perhatian
untuk mempelajari materi-materi yang terkait pada bidang studi tersebut; berusaha
menghindari mata pelajaran yang bersangkutan dengan bidang studi tersebut; tidak
mengerjakan tugas-tugas dalam mata pelajaran tersebut. Kemungkinan sebab: tidak
memiliki bakat dalam bidang tersebut; lingkungan tidak menyokong untuk
pengembangan bidang tersebut; proses belajar mengajar untuk bidang tersebut
tidak menyenangkan; dengan guru kurang menyenangkan; siswa sudah berusaha
sekuat tenaga, tetapi hasilnya selalu rendah; memilih bidang tersebut dari
ikut-ikutan, atau dorongan orang tua atau orang lain. Akibatnya, : pindah
jurusan; terjadi ketidaksesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa; kegiatan
belajar untuk bidang-bidang studi lain menjadi terganggu.
3. Bentrok
dengan guru, seperti : tidak mengikuti pelajaran dengan guru tersebut; tidak
mau bertemu dengan guru tersebut; jika bertemu tidak mau menegur guru tersebut;
memakai kata-kata ataupun bersikap tidak sopan terhadap guru tersebut; mempengaruhi
kawan-kawannya untuk bersikap serupa terhadap guru tersebut. Sebabnya: tidak
menyukai bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut; siswa berbuat kesalahan
dan tidak mau menerima teguran dari guru; berwatak pemberang; kurang memahami
aturan dan sopan santun yang berlaku di sekolah. Akibatnya: dicap buruk guru
yang bersangkutan; hubungan dan kegiatan belajar dengan guru-guru lain menjadi
terganggu; tidak naik kelas; dikeluarkan dari sekolah.
4. Melanggar
tata tertib, seperti: sejumlah tata tertib sekolah tidak dipatuhi; pelanggaran
tersebut kelihatannya bukan tanpa disengaja dan dilakukan berkali-kali. Hal ini
disebabkan oleh: tidak begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata
tertib yang berlaku di sekolah, aturan tersebut tidak didiskusikan dengan siswa
sehingga siswa hanya terpaksa mengikutinya; siswa yang bersangkutan terbiasa
hidup terlalu bebas, baik di rumah maupun di masyarakat; tindakan yang
dilakukan terhadap pelanggaran terlalu keras sehingga tanggapan siswa menjadi negatif;
masa-masa remaja yang sukar diatur. Akibatnya: tingkah laku siswa tidak
terkendali; terjadi kerenggangan hubungan antara guru dan murid; suasana
sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa; proses belajar-mengajar
terganggu; nilai rendah; tidak naik kelas, dikeluarkan dari sekolah.
5. Membolos,
biasanya disebabkan oleh: kurang senang dengan sikap dan perilaku guru; merasa
kurang mendapatkan perhatian dari guru; merasa dibeda-bedakan oleh guru; proses
belajar-mengajar membosankan; merasa gagal dalam belajar; kurang berminat
terhadap mata pelajaran; terpengaruh oleh teman yang suka membolos; takut masuk
karena tidak membuat tugas; tidak membayar iuran tepat pada waktunya. Akibatnya
: minat terhadap pelajaran berkurang; tidak lulus ujian; hasil belajar yang
diperoleh tidak memuaskan; tidak naik kelas; penguasaan terhadap materi
pelajaran tertinggal dari teman-teman lainnya; dikeluarkan dari sekolah.
6. Terlambat
masuk sekolah, hal ini disebabkan: jarak antara sekolah dan rumah jauh; kesulitan
kendaraan; terlalu sibuk di rumah, membantu orang tua; terlambat bangun; gangguan
kesehatan; tidak menyukai suasana sekolah; tidak menyukai satu atau lebih mata
pelajaran; tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR); tidak siap mengikuti kelas
pagi; terlalu asyik dengan kegiatan di luar sekolah. Akibatnya: nilai rendah; Hubungan
dengan guru terganggu; Hubungan dengan kawan sekelas terganggu; Kegiatan di
luar sekolah tidak terkendali.
7. Pendiam,
yaitu: kurang mau berbicara atau bertegur sapa; kurang akrab terhadap teman
atau guru; Tidak ceria. Hal ini disebabkan: sikap introvert; kurang sehat; mengalami gangguan dengan organ bicara; malu
atau takut kepada orang lain; merasa tidak perlu atau tidak ada gunanya
berbicara; mengalami kesulitan bahasa; sedang dirundung kesedihan atau suasana
emosional lainnya yang cukup dalam. Akibatnya: tidak disukai kawan dan
pergaulan terganggu; kurang mampu mengembangkan penalaran melalui komunikasi
lisan.
8. Kesulitan
alat pelajaran, seperti: tidak memiliki atau tidak cukup memiliki buku dan
alat-alat tulis; tidak mampu membeli alat-alat pelajaran. Hal ini disebabkan: orang
tua tidak mampu; siswa boros sehingga uangnya habis untuk keperluan lain; kurang
akrab dengan kawan sehingga tidak dapat meminjam alat pelajaran yang diperlukan
dari kawan; tidak mengetahui tersedianya dan cara memanfaatkan sumber belajar
yang ada (misalnya perpustakaan); kurang rapi dan teliti sehingga alat-alat
pelajaran yang dimiliki lekas rusak atau hilang. Akibatnya: tertinggal dalam
pelajaran; tugas-tugas tidak selesai; nilai rendah; semangat belajar menurun.
9. Bertengkar
atau berkelahi, biasanya karena: pengendalian diri kurang; mau menang sendiri; merasa
jagoan; hiperaktif; suasana rumah yang keras atau sebaliknya terlampau memberi
hati (permisif). Akibatnya: tidak disukai kawan dan guru; terluka; melalaikan
pelajaran; nilai rendah; tidak naik kelas; berurusan dengan polisi; dikeluarkan
dari sekolah.
10. Sukar
menyesuaikan diri, seperti: sering salah paham dengan kawan; sombong atau
tinggi hati; suka membanding-bandingkan dan menjelekkan orag lain; tidak mau
menerima pendapat orang lain; curiga dan kurang percaya pada orang lain; pergaulan
terbatas. Hal ini disebabkan: memiliki standar yang berbeda dengan standar yang
ada; banyak mengalami kekecewaan dalam berhubungan dengan orang lain; terlalu
lama bergaul dengan sekelompok orang dalam suasana tertentu; suasana keluarga
terlalu keras. Akibatnya: kurang bersosialisasi sehingga kurang mendapat
keuntungan dari pergaulannya dengan orang lain; Ttidak dapat mengambil manfaat
dari lingkungan demi pengembangan dirinya.
2. 2
Pendekatan-pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling
Dilihat
dari pendekatan bimbingan, bimbingan itu dibagi menjadi 4 pendekatan yaitu :
2.2.1
Pendekatan
Krisis
Pendekatan
krisis adalah upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami
krisis atau masalah. Dalam pendekatan krisis ini, guru BK menunggu siswa yang
datang, selanjutnya mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang
dirasakan siswa.
2.2.2
Pendekatan
Remedial
Pendekatan
remedial adalah upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami
kesulitan. Tujuan bimbingan adalah untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang
dialami individu. Dalam pendekatan ini guru BK memfokuskan pada kelemahan-kelemahan
individu yang selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.
2.2.3
Pendekatan
Preventif
Pendekatan
preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum
individu dan mencoba jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu. Guru
BK berupaya untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah
masalah tersebut pada individu .
2.2.4
Pendekatan
Perkembangan
Bimbingan
dan konseling yang berkembang pada saat ini adalah bimbingan dan konseling
perkembangan. Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif , pengembangan, dan outreach. Teknik yang digunakan dalam
bimbingan dan konseling perkembangan adalah pembelajaran, pertukaran informasi,
bermain peran, tutorial, dan konseling (Muro and Kottman, 1995:5)
2. 3
Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
Bedasarkan
beberapa pengertian di atas, Nurihsan (2007) mengemukakan bahwa strategi adalah
suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan
kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat
dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegaiatan, dan sarana penunjang kegiatan.
Strategi yang diterapkan dalam layanan bimbingan dan konseling disebut strategi
layanan bimbingan dan konseling.
Strategi
bimbingan dan konseling dapat berupa konseling individual, konsultasi,
konseling kelompok, bimbingan kelompok, dan pengajaran remedial, bimbingan
klasikal, dan strategi terintegrasi.
2.3.1
Konseling
Individual
Konseling individual adalah proses
belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara guru BK
dan siswa. Siswa yang mengalami masalah pribadi yang sulit atau tidak bisa
diselesaikan sendiri, kemudian meminta bantuan kepada guru BK sebagai petugas
yang profesional dalam jabatannya dengan pengetahuan dan keterampilan
psikologi. Dalam konseling diharapkan siswa dapat mengubah sikap, keputusan
diri sendiri sehingga ia dapat lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Konseling bertujuan membantu siswa
untuk mengadakan interpretasi fakta-fakta, mendalami arti nilai hidup pribadi
baik sekarang maupun mendatang. Konseling memberikan bantuan kepada siswa untuk
mengembangkan kesehatan mental, perubahan sikap, dan tingkah laku. Konseling
menjadi strategi utama dalam proses bimbingan dan merupakan teknik standar
serta merupakan tugas pokok seorang guru BK.
Menurut Nurihsan (2007: 11) teknik yang
digunakan dalam konseling individual yaitu: a) Menghampiri siswa; b) empati; c)
refleksi; d) eksplorasi; e) menangkap pesan utama; f) bertanya untuk membuka
percakapan; g) bertanya tertutup; h) dorongan minimal; i) interpretasi; j)
mengarahkan; k) menyimpulkan sementara; l) memimpin; m) memfokus; n)
konfrontasi; o) menjernihkan; p) memudahkan; q) diam; r) mengambil inisiatif;
s) memberi nasihat; t) memberi informasi; u) merencanakan; dan v) menyimpulkan.
Secara umum Nurihsan (2007) membagi
proses konseling individual ke dalam tiga tahapan yaitu:
a) Tahap
Awal Konseling
Tahap awal ini terjadi sejak siswa bertemu dengan guru BK
hingga berjalan proses konseling dan menemukan definisi masalah siswa. Adapun
yang dilakukan guru BK dalam proses konseling tahap awal adalah sebagai
berikut:
1) Membangun
hubungan konseling dengan melibatkan siswa yang mengalami masalah
2) Memperjelas
dan mendefinisikan masalah
3) Membuat
penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi masalah
4) Menegosiasikan
kontrak
b) Tahap
Pertengehan Konseling (Tahap Kerja)
Kegiatan ini terfokus pada: penjelajahan masalah yang
dialami siswa, dan bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian
kembali apa-apa yang telah dijelajahi tentang masalah siswa. Cavanagh
(Nurihsan, 2007: 14) menyebut tahap ini sebagai tahap action. Adapun tujuan pada tahap pertengahan ini adalah sebagai
berikut:
1) Menjelajahi
dan mengeksplorasi masalah serta kepedulian siswa dan lingkungannya dalam
mengatasi masalah tersebut.
2) Menjaga
agar hubungan konseling selalu terpelihara.
3) Proses
konseling agar berjalan sesuai kontrak.
c) Tahap
Akhir Konseling
Cavanagh (Nurihsan, 2007: 15) menyebut tahap ini dengan
istilah termination. Pada tahap ini,
konseling ditandai oleh beberapa hal berikut:
1) Menurunnya
kecemasan siswa. Hal ini diketahui setelah guru BK menanyakan keadaan
kecemasannya.
2) Adanya
perubahan perilaku yang jelas ke arah yang lebih positif, sehat, dan dinamik.
3) Adanya
tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang dengan program yang jelas
pula.
4) Terjadinya
perubahan sikap positif terhadap masalah yang dialaminya, dapat mengoreksi diri
dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua,
teman, dan keadaan yang tidak menguntungkan.
Tujuan tahap akhir ini adalah
memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang tidak bermasalah. Adapun tujuan
lainnya dari tahap ini adalah: terjadinya transfer
of learning pada diri siswa; melaksanakan perubahan perilaku siswa agar
mampu mengatasi masalahnya; dan mengakhiri hubungan konseling.
2.3.2
Konsultasi
Pengertian konsultasi dalam program
bimbingan dipandang sebagai suatu proses menyediakan bantuan teknis untuk guru,
orang tua, administrator, dan guru BK lainnya dalam mengidentifikasi dan
memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas siswa atau sekolah. Menurut
Nurihsan (2007) ada delapan tujuan konsultasi, yaitu: a) Mengembangkan dan
menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua, dan administrator sekolah; b) Menyempurnakan
komunikasi dengan mengembangkan informasi diantara orang yang penting; c) Mengajak
bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi yang bermacam-macam untuk
menyempurnakan lingkungan belajar; d) Memperluas layanan dari para ahli; e) Memperluas
layanan pendidikan dari guru dan administrator; f) Membantu orang lain
bagaimana belajar tentang perilaku; g) Menciptakan suatu lingkungan yang berisi
semua komponen lingukngan belajar yang baik; h) Menggerakkan organisasi yang
mandiri;
Sedangkan,
langkah proses konsultasi menurut Nurihsan (2007) yaitu: a) Menumbuhkan
hubungan berdasarkan komunikasi dan
perhatian pada siswa; b) Menentukan diagnosis atau sebuah hipotesis kerja
sebagai rencana kegiatan; c) Mengembangkan motivasi untuk melaksanakan
kegiatan; d) Melakukan pemecahan masalah; e) Melakukan alternatif lain apabila
masalah belum terpecahkan.
2.3.3
Bimbingan
Kelompok
Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk
mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa. Isi kegiatan
bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan
masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang tidak disajikan
dalam bentuk pelajaran. Menurut Nurihsan (2007), pelaksanaan bimbingan kelompok
memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai, dari
langkah awal sampai dengan evaluasi dan tindak lanjutnya.
a) Langkah
Awal
Langkah awal ini dimulai dengan penjelasan tentang adanya
layanan bimbingan kelompok bagi para siswa, pengertian, tujuan, dan kegunaan
bimbingan kelompok. Setelah penjelasan ini, langkah selanjutnya menghasilkan
kelompok yang langsung merencanakan waktu dan tempat menyelenggarakan kegiatan
bimbingan kelompok.
b) Perencanaan
Kegiatan
Perencanaan kegiatan bimbingan kelompok meliputi penetapan: materi
layanan; tujuan yang ingin dicapai; sasaran kegiatan; bahan atau sumber bahan
untuk bimbingan kelompok; rencana penilaian; dan waktu dan tempat.
c) Pelaksanaan
Kegiatan
Kegiatan yang telah direncanakan itu selanjutnya
dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut.
1) Persiapan
menyeluruh yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), persiapan
bahan, persiapan keterampilan, dan persiapan administrasi.
2) Pelaksanaan
tahap-tahap kegiatan. Tahap pertama meliputi pembentukan, temanya pengenalan,
pelibatan dan pemasukan diri. Tahap kedua yaitu peralihan, sementara tahap
ketiga yaitu kegiatan.
3) Evaluasi
Kegiatan
Penilaian terhadap bimbingan kelompok berorientasi pada
perkembangan yaitu mengenali kemajuan atau perkembangan positif yang terjadi
pada diri peserta. Lebih jauh, penilaian terhadap bimbingan kelompok lebih
bersifat penilaian “dalam proses”, yang dapat dilakukan melalui: mengamati
partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung; mengungkapkan
pemahaman peserta atas materi yang dibahas; mengungkapkan kegunaan bimbingan
kelompok bagi mereka dan perolehan mereka sebagai hasil dari keikutsertaan
mereka; mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan
lanjutan; dan mengungkapkan kelancaran proses dab suasana penyelenggaraan
bimbingan kelompok.
d) Analisis
dan Tindak Lanjut
Menurut Nurihsan (2007: 21) hasil penilaian kegiatan
bimbingan kelompok perlu dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut seluk beluk
kemajuan para peserta dan seluk beluk penyelenggaraan bimbingan kelompok. Perlu
dikaji apakah hasil-hasil pembahasan dan atau pemecahan masalah yang sudah
dilakukan sedalam atau setuntas mungkin, atau sebenarnya masih ada aspek-aspek
penting yang belum dijangkau dalam pembahasan.
2.3.4
Konseling
Kelompok
Konseling kelompok merupakan bantuan
kepada siswa dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan,
dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan
pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat pencegahan, dalam arti bahwa siswa
yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk berfungsi secara wajar dalam
masyarakat, tetapi mungkin memiliki suatu titik lemah dalam kehidupannya
sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling
kelompok bersifat pemberian kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan siswa,
dalam arti bahwa konseling kelompok itu menyajikan dan memberikan dorongan
kepada siswa yang bersangkutan untuk mengubah dirinya selaras dengan minatnya
sendiri. Prosedur konseling kelompok sana dengan bimbingan kelompok, yaitu
terdiri dari: a) tahap pembentukan, dengan temanya pengenalan, perlibatan, dan
pemasukan diri; b) tahap peralihan, dengan temanya pembangunan jembatan antara
tahap pertama dan tahap ketiga; c) tahap kegiatan, dengan temanya kegiatan
pencapaian tujuan; d) tahap pengakhiran, dengan temanya penilaian dan tindak
lanjut.
2.3.5
Pengajaran
Remedial
Pengajaran
remedial merupakan langkah utama dalam kerangka pola layanan bimbingan belajar,
serta kegiatan lanjutan logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar.
Prosedur remedial menurut Nurihsan (2007) dapat digambarkan sebagai : a) Diagnostik
kesulitan belajar-mengajar; b) Rekomendasi/referral; c) Penelaahan kembali
kasus; d) Pilihan alternatif tindakan; e) Layanan konseling; f) Pelaksanaan
pengajaran remedial; g) Pengukuran kembali hasil belajar-mengajar; h)
Reevalusai/rediagnostik; i) Tugas tambahan; j) Hasil yang diharapkan.
Strategi dan
teknik pengajaran remedial dapat dilakukan secara preventif, kuratif, dan
pengembangan. Tindakan pengajaran remedial dikatakan bersifat kuratif jika
dilakukan setelah program PBM utama selesai diselenggarakan. Pendekatan
preventif ditujukan kepada siswa tertentu yang diperkirakan akan mengalami
hambatan terhadap pelajaran yang akan ditempuhnya. Pendekatan pengembangan
merupakan tindak lanjut dari upaya diagnostik yang dilakukan guru selama
berlangsung program PBM.
2.3.6
Bimbingan
Klasikal
Menurut
Sudrajat, bimbingan klasikal dilaksanakan secara terjadwal, guru BK memberikan
layanan bimbingan kepada para siswa. Kegiatan layanan dilaksanakan melalui
pemberian layanan orientasi dan informasi tentang berbagai hal yang dipandang
bermanfaat bagi siswa. Kepada siswa diperkenalkan tentang berbagai hal yang
terkait dengan sekolah, seperti : kurikulum, personel (pimpinan, para guru, dan
staf administrasi), jadwal pelajaran, perpustakaan, laboratorium, tata-tertib
sekolah, jurusan (untuk SLTA), kegiatan ekstrakurikuler, dan fasilitas sekolah
lainnya. Sementara layanan informasi merupakan proses bantuan yang diberikan
kepada para siswa tentang berbagai aspek kehidupan yang dipandang penting bagi
mereka, baik melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung (melalui media
cetak maupun elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan intternet).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar